Oleh: djarotpurbadi | April 20, 2011

Memandang Arsitektur

JP Bonta di satu bukunya bercerita ttg tanaman obat aneh di suatu pulau terpencil. Orang lokal melihat tanaman obat tsb sbg benda sakral, sesuai dng alam pemikiran mereka. Ilmuwan “modern” melihatnya sebagai sekumpulan unsur kimia. Dia mengisyaratkan, cara yg sama terjadi ketika kita memandang obyek arsitektur. Obyeknya sama, cara pandang berbeda, keduanya saling melengkapi menuju pemahaman yg lebih kaya.

Bagi arsitek yg berpikiran arsitektur adalah sebentuk karya seni, arsitektur diposisikan sbg karya tektonika, mirip seni plastis yg lain. Bagi arsitek yg menghayati arsitektur sbg ungkapan jiwa-pemikiran manusia (maka sarat dengan dimensi transenden), arsitektur adalah fenomena kemanusiaan. Dilthey mengatakan: itu fenomena kemanusiaan, masuk dlm Geisteswissenschaften; ungkapan roh manusia.

Arsitektur adalah ruang. Sebelumnya, ruang jadi obyek refleksi para filsuf, berlanjut jadi obyek kajian ilmuwan, lalu ruang jadi bahan mainan para arsitek. Sejak revolusi industri, arsitek yg semula kekasih orang kaya baru, mulai masuk ke permukiman manusia akibat dari degradasi kualitas oleh ulah industrialisasi. Kini arsitektur jadi keprihatinan para arsitek dan pejuang lingkungan. Arsitektur adalah Lebenswelt !!!

Sejarah ilmu mengajarkan, arsitektur itu fenomena multi-dimensi. Obyek formal yang sama bisa dipandang dng sudut pandang berbeda-beda. Dalam fenomenologi, semua progil-profil yg dihasilkan oleh sudut pandang berbeda-beda akan menghasilkan KONSTITUSI obyek yg semakin kaya. Dalam fenomenologi dikenal cara memahami (vertehen) melalui multi-perspektif. Semuanya bermuara pada pemahaman mendalam !!!


Tinggalkan komentar

Kategori